;

29.6.17

Kepingan Cerita Indahnya Bersyukur (2)


Di ruangan persegi panjang yang cukup luas, berjejeran figura-figura berisikan wajah-wajah pahlawan Indonesia, mulai dari Cut Nyak Dien, Ki Hajar Dewantara, Supriyadi, Pattimura, dan yang lainnya, pun lengkap dengan foto Presiden dan Wakil Presiden yang sedang tersenyum seolah-olah ingin menyapa dua gadis perempuan yang kini berada di ujung ruangan kelas.

"Selamat yaa semester kemarin kamu dapet rangking satu," ucap Ratna

"Pasti kamu dapat hadiah yaa dari orang tuamu senangnyaaa," tambahnya lagi

"Aku tidak dapat hadiah apa-apa," ujar Rissa

"Masak? aku saja yang tahun ini rangking tiga dapat boneka baru, tahun kemarin aku dibelikan baju baru sama orang tuaku" tambah Ratna dengan polosnya.

"Emm, ngga tau tapi aku bener tidak diberi apa-apa kok"

"Ayahku aja janji, kalo aku dapat rangking satu aku mau dibeliin sepeda lhoo, tapi selalu kamu yang jadi rangking satu," tutur Ratna sedih

"Oo mungkin karena aku sering dapat rangking satu jadi biasa deh buat orangtuaku," jawab Rissa menghibur diri.

Rissa tidak pernah mengerti, ia hanya membayangkan andaikan dirinya menjadi Ratna, pasti tiap semester tumpukan hadiah akan diterimanya dari orang tuanya. Kadang Rissa menunggu-nunggu, apa yang akan diberikan orang tuanya kepadanya ketika dia mendapat rangking satu di semester berikutnya, di tahun berikutnya, di kelas berikutnya, tapi sama saja Rissa tak pernah mendapatkan apapun.

***
Rissa kembali ke dunia nyata, setelah memoar-memoar kenangan masa lalu terlintas begitu saja saat Ratna berjalan di depan matanya.

"Ratnaaaa" seru Rissa dari seberang jalan

"Eh Rissa, apa kabar?" Ratna mendekat menuju Rissa

"Baik, alhamdulillah. Kamu bagaimana?"

"Alhamdulillah baik juga, nunggu siapa Ris?"

"Ini aku nungguin ibuku lagi belanja di toko itu, kamu lagi ngapain di sini?" tanya Rissa

"Aku mah udah dari tadi pagi jam 2 di sini, aku jualan sayur sama ibuku," ujar Ratna

"Ohya ? Jam 2 dini hari?" tanya Rissa

"Iya, ah aku mah biasa, tiap hari juga begini, aku selalu bangun jam 2 pagi buat bantuin ibuku jualan"

"Gilak, serius ? Kuliahmu bagaimana?"

"Ya gini, tiap hari aku bangun jam 2, jualan di pasar pagi sampai jam 6, aku mandi di pasar dan langsung ke kampus sampai sore," jelas Ratna

"Ohya? Kamu keren banget Na" ujar Rissa tidak percaya

"Ya, gimana lagi kalau aku ga bantuin ibuku, kasian, aku juga ga mungkin bisa kuliah" papar Ratna sembari tersenyum.

"Kamu kayaknya aktif banget ya Ris? Ikut banyak kegiatan?" tanya Ratna kemydian

"Iya nih, aku ikut a, b, c, jadi ya jarang pulang ke rumah sekarang."

"Wah, kamu sih bisa ya, kalo aku ngga mungkin bisa, kuliahku sudah sampai sore, belum ditambah praktikum, belum bantuin ibuku malemnya, dan aku harus sudah siap berangkat dari rumah jam 2 setiap hari" ujar Ratna

"Gapapa Na, saatnya kita bersusah-susah dulu untuk mencapai hal manis di kemudian hari."

"Aku tidak merasa susah kok Ris, justru aku bersyukur, bisa membantu ibuku, tidak merepotkan, dan aku bisa kuliah tahun ini, yaa meskipun tertinggal satu tahun dari kamu, hehe" tambah Ratna


Kali ini Rissa tersenyum, hatinya perih. Ia membayangkan waktu-waktunya yang sebenarnya longgar untuk berorganisasi karena ia memang diberikan nikmat untuk itu, nikmat waktu untuk bermanfaat. Ia membayangkan seandainya dirinya harus bangun jam 2 pagi setiap hari, membawa keranjang sayuran di atas motor, ke pasar yang cukup jauh dari rumahnya, kemudian memutarkan dagangan sayurnya ke kampung-kampung untuk membiayai kuliahnya.

Sedangkan ia, yang diberikan nikmat waktu yang luas belum mampu menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya. Rissa kembali membayangkan bagaimana Ratna yang melakukan aktivitas rutinnya tanpa mengeluh sama sekali.

Rissa kembali berpikir, anggapan-anggapan buruk tentang mahasiswa-mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang) belum tentu benar adanya. Rissa kembali meyakinkan pada dirinya, "Setiap orang berjuang, dengan caranya masing-masing."

Rissa kembali mengingat-ingat kenangan masa lalu, Ratna teman kecilnya di sekolah dasar. Yang dulu, sering Rissa berandai-andai menjadi Ratna kini harus berjuang lebih dari dirinya. Bahkan, perjuangan yang teramat sangat keras tanpa keluhan sama sekali.


"Sungguh, kita pantas bersyukur atas segala hal yang kita miliki." ujar Rissa dalam hati


28.6.17

Kepingan Cerita Indahnya Bersyukur (1)


Kepingan ingatan tentang hal-hal yang sepantasnya kita syukuri

Sebagai salah satu manusia era kini, yang lazim, dekat dan akrab dengan teknologi media sosial instagram, momen-momen berkumpul menjadi viral di akhir ramadhan seperti ini.

Kupikir akan terus berlanjut hingga pasca lebaran.

Mulai dari event-event buka bersama dengan kelompok teman A hingga kelompok teman Z.
Dilanjut event-event reuni dari reuni SMA, SMP, SD, TK (mungkin) hingga momen berkumpulnya sahabat-sahabat dan teman-teman yang entah bertemu dimana dan tentunya momen-momen berkumpul dengan keluarga, baik keluarga inti mapun keluarga dari mbah, mbahnya mbah, dan lain-lainnya.

Kali ini saya ingin mendongeng,

Alkisah, sang tokoh utama dalam cerita (sebut saja Rissa) sedang asik mengscroll-up media instagram yang memang sedang eksis dan digandrungi berbagai usia. Di waktu-waktu yang seperti ini, minim postingan foto selfi, yang masuk grade atas adalah foto bareng-bareng di kafe-kafe dengan agenda-agenda yang sebelumnya telah tersebutkan di atas.

Hampir sama dengan Rissa, jadwal bukber di tempat A, B, C dengan organisasi F, organisasi K, teman dari D, R, M, dan sebagainya mengisi penuh kotak reminder di google kalender smartphonenya. Pun juga sudah cukup banyak momen-momen yang dibagikan Rissa di akun instagramnya.

Pada suatu hari, sampailah momen dimana Rissa menghadiri acara reuni sekolah menengahnya, singkat cerita, tersebutlah beberapa temannya yang kini mandiri, berjualan jajan lebaran dan menjadi sponsor utama acara reuni, ada yang bercerita tiap pagi berjualan buah di pasar sebelum dan sepulang kuliah, ada yang membantu suaminya bekerja dan cerita-cerita lainnya.

Hingga kemudian Rissa teringat sesuatu hal, tentang salah satu teman yang tidak datang ke acara reuni, yang mempertemukan orang-orang yang sudah lebih dari lima tahun tidak bersua.

"Oiya kok Fajrina ngga dateng ya?" tanya Rissa ke temen-temennya
"Fajrina belum libur kerjanya" ujar seseorang
"Lah, bukannya ini sudah H-3 lebaran? dan bukannya Fajrina kuliah?"
"Iya, dia kerja sambil kuliah, dia membiayai kuliahnya sendiri. Ya belum libur, baru akan libur di hari H lebaran, soalnya dia jaga toko, pasti lagi ramai-ramainya" ujar temannya lagi.


Kini Rissa terdiam, sungguh cara seseorang memaknai kebahagian benar-benar berbeda, Rissa semakin terdiam, sungguh banyak orang-orang di luar sana yang tidak seberuntung dirinya. Rissa menunduk, sungguh rasa bangga berkumpul dengan orang-orang tersayang yang dipostingnya di instagram justru bisa jadi membuat orang lain bersedih karena tidak bisa melakukan hal serupa.


Selesai

15.6.17

Takjub


Langit gelap, tanpa bintang. Meskipun tak ada awan kumulus yang bergegas menampakkan dirinya bersama dengan rintik hujan.

Langkah-langkah bergegas, aku pun begitu.

Kupikir aku terlambat, kupercepat langkahku mengambil air wudhu dan menaiki anak tangga

MasyaAllah....luar biasa banyak....
Kupikir tak akan sebanyak ini,..
Shalat tarawih di malam ke-21 ramadhan

Sehabis shalat, aku mencoba membuka obrolan dengan orang-orang di sampingku.
Anak kecil, Syabilla namanya, 10 tahun, ia datang untuk menghafal Al-Qur'an
MasyaAllah...
Perempuan paruh baya, dari Jember, satu keluarga ke Solo pun juga untuk menghafal Al-Qur'an

Singkat cerita, aku bertemu dan berkenalan dengan perempuan berbagai usia, ada yang dari Jakarta, dari Jogjakarta, dari Jawa Barat, dari Jawa Timur untuk menghafal Al-Qur'an di acara I'tikaf Qurani yang diselenggarakan masjid kampusku.

Bahkan, kudengar-dengar, ada peserta I'tikaf yang berasal dari luar pulau.
Dengan total keseluruhan 1000 peserta I'tikaf, baik peserta I'tikaf Qurani maupun I'tikaf Reguler
MasyaAllah...

Untuk sekian kalinya, aku takjub
Untuk ke-sekian kalinya aku sangat bangga akan masjid kampusku
Untuk ke-sekian kalinya aku sangat bersyukur, menjadi mahasiswa di kampus Qur'an
Dan dikelilingi oleh orang-orang yang sangat baik

Aku takjub

Bahkan aku sangat malu
Ketika orang-orang lain beranjak untuk memuji nama-Nya, bersujud kepada-Nya
Berlomba-lomba mencintai Qur'an dengan bertilawah, menghafal, dan mentadaburrinya
Sepanjang waktu
Tidak ingin ramadhan begitu saja terlewat
Sedang aku? Masih saja menyelingkuhi Al-Quran dengan ponsel pintar yang tak henti-hentinya kupegang
Masih saja mengisi waktu dengan kesia-siaan

Dan aku selalu cemburu
Pada perempuan-perempuan yang mencintai Rabb-Nya daripada segala hal di dunia


Langit masih gelap, Aula Nurul Huda penuh sesak, anak-anak tertidur pulas, sedang lantunan suara tartil Al-Qur'an masih menggema dari para perempuan-perempuan yang berhasil membuatu cemburu, begitu menyejukkan..

MasyaAllah...

14.6.17

Estafet Kebaikan


Sering kita berpikir
Kenapa ya Allah selalu baik kepada kita?
Kenapa Allah selalu menolong kita, bahkan sebelum kita meminta kepadaNya

Sering sekali...
Kita berpikir bahwa Allah selalu ada untuk kita
Kapanpun
Dimanapun

Akhir-akhir ini aku menemukan sedikit jawaban
Bahwa Allah memang selalu baik kepada hamba-hambaNya

Karena Allah percaya kepada kita
Karena Allah percaya kita siap mengemban amanah

Untuk mengestafetkan kebaikan
Agar kita dapat membantu orang-orang lain yang kesusahan

Bukan tanpa sebab Allah berbuat baik kepada kita

Telah disebutkan perintahnya,
Hablum minnallah
Hablum minannaas

Allah percaya kepada kita

Bahwa kita akan istiqomah membantu siapapun

Lantas, apa yang sudah kamu lakukan selama ini?
Malukah sama Allah?

:)

Orang-orang Baik dan Mereka yang Terkuat


Langkahku belum juga sampai di depan pintu,
Mereka menghambur
Merengkuh dan memelukku begitu saja
Bergantian
Bahkan aku belum mengenal mereka
Senyum mereka menyeruak
Mengembang di pipi-pipi kurus mereka

"Astaga, gigi mereka pada gigis"  batinku sambil tersenyum
"Astaga, tangan mereka bintik-bintik" ujarku kemudian (masih dalam hati)

Icha tersenyum, ia paham apa yang kusebutkan dalam hati

Mereka menyalamiku satu per satu
Masih dengan senyum yang sama
Mengenalkan nama-nama mereka
Hingga aku hampir melupakan dimana aku berada
Aku bersama mereka yang mengidap HIV/AIDS sejak lahir

Ah rasanya aku mendadak ingin menangis kemudian

Mereka tetap tersenyum
Kini menarik dan mengajakku bermain
Mereka rata-rata di bawah 7 tahun kurasa
Ada yang 3 tahun

Mereka yang terkuat
Yang terkucilkan oleh stigma dan rasa takut sekeliling

Bersama mereka kutemui senyum-senyum yang lain
Yang tak kalah manisnya
Mereka, para orang-orang baik
Yang senantiasa merawat dan mencipta senyum-senyum para ksatria kecil yang sedang berjuang melawan sakit

"Kak, besok kesini lagi ya.." ujar Okta, salah satu dari para ksatria

Orang-orang baik itu tersenyum, aku mengikuti



***

"Kamu tahu yang tadi di pojokan Is?" tanya Kak Janet, satu dari para pahlawan baik itu
"Iya, yang kurus banget dan terpisah dari temen-temennya?"
"Yap, namanya Mahfud, dia baru datang, menggantikan Rasti."
"Rasti?" tanyaku
"Iya, dia meninggal awal Juli lalu"

Ah aku kembali tertegun

Semoga ksatria dan pahlawan-pahlawan baik itu selalu dijaga Allah



12.6.17

Menjadi Yang Dicintai


Akhir-akhir ini saya mempertanyakan beberapa hal,

Terkait pemimpin, kepemimpinan, dan satu kata tambahan, 'Yang Dicintai'

Setiap orang bisa menjadi pemimpin, bisa mengarahkan, bisa menjadi panutan, bisa membahagiakan orang lain, dan bisa tentunya menjadi role model bagi orang lain.

Mungkin saya dan teman-teman yang membaca tulisan saya ini sudah khatam akan makna definitif kata pemimpin.

Dengan menjadi pemimpin seseorang bisa mengajak, mempengaruhi, dan membuat orang lain melakukan apa yang pemimpin katakan.

Menjadi pemimpin memang terlihat keren, terlihat gagah, dan memiliki kekuasaan lebih dibanding mereka yang dipimpinnya.

Mungkin teman-teman yang membaca tulisan saya ini pun sejatinya merupakan pemimpin, yang memimpin dirinya sendiri, yang memimpin orang lain baik dengan sengaja maupun tidak.

Tentunya, ada pemimpin yang baik, ada pula pemimpin yang buruk. Ada yang sanggup membawa kebaikan, ada yang justru sebaliknya.

Semenjak saya berada di lingkungan kampus, tempat bejibunnya organisasi-organisasi mahasiswa dengan berbagai bentuk dan jenis, saya merasakan dengan sangat bahwa sungguh pemimpin bisa ketemukan dimana saja.

Akhir-akhir ini pula saya yakini bahwa hal terpenting bagi seorang pemimpin adalah bagaimana ia mampu merebut hati orang-orang yang dipimpinnya dan menjadikan ia sebagai sosok 'Yang Dicintai',

 'Yang Dicintai'

Tanpa hal tersebut, kepemimpinan seorang pemimpin hanyalah seperti kalender lama yang kemudian terbuang, awalnya digunakan, dianggap sangat penting, dielu-elukan, tetapi setelah habis masanya ia ditanggalkan dan diganti dengan yang baru tanpa menyisakan kesan dan kenangan.

Seperti contoh, kita memiliki ide brilian, ide hebat yang kemudian kita anjurkan kepada orang lain, kepada siapapun yang kita pimpin, kita pengaruhi siapapun yang kita ketemui dan mereka pun terpengaruh. Mereka akan melaksanakan. Pasti. Apalagi kita adalah sosok pemimpin dalam arti pemimpin struktural. Namun, ketika kita bukan merupakan pemimpin 'Yang Dicintai' setelah habis masa kita memimpin, habis sudah ide kita karena dilaksanakan sebagai program oleh orang-orang yang kita pimpin.

Berbeda ketika kita merupakan pemimpin 'Yang Dicintai', orang-orang yang kita pimpin akan menjadikan kita benar-benar role model, menjadikan ide kita sebagai sesuatu yang solutif dan membawa kebermanfaatan, sehingga akan dilaksanakan secara kontinyu. Selain itu, tentu saja kita akan menjadi pemimpin sepanjang masa, karena meskipun masa kepemimpinan kita sudah habis, kita tetap menjadi pemimpin bagi siapapun yang kita pimpin, bagi orang-orang di sekitar kita karena kita merupakan pemimpin fungsional (red: pemimpin berdasarkan fungsi, bukan berdasarkan struktur).

Menjadi 'Yang Dicintai', saya tidak berbicara arti kepemimpinan dalam lingkup yang luas, pemimpin bukan saja ia yang mempunyai kuasa besar, yang mempunyai banyak pasukan, melainkan kepada setiap kita, setiap pemimpin yang ada di muka bumi ini, setiap kita yang terlahir untuk mampu memimpin diri kita dan menjadi makhluk sosial yang membutuhkan dan dibutuhkan orang lain.

Mari berlomba-lomba menjadi 'Yang Dicintai'

Yang dicari ketika tidak ada, yang dirasakan manfaatnya ketika ada, dan senantiasa dibutuhkan orang lain, yang senantiasa mampu sebisa mungkin tidak mengecewakan orang lain.

Bismillah, mari kita sama-sama mengikhtiarkan diri kita menjadi 'Yang Dicintai'

10.6.17

Bulan Tersenyum di Wajahmu


"Segala apapun di dunia ini atas kuasaNya Mbak, Ia maha berkehendak atas segala sesuatu," ujar Dimas kepadaku

Angkasa menggenapkan janjinya untuk sejenak mengistirahatkan mentari
Gemerlap bintang malu-malu menampakkan diri
Hanya satu dua kurasa

Aku bertemu dengannya malam ini
Bertemu rembulan yang mengajakku tersenyum
Meskipun perih
Meski aku harus menahan sekuat tenaga agar air mataku tidak tumpah

Hatiku teriris

Tak sanggup

"Doakan saja Mbak, aku percaya Allah selalu menolong hamba-hambaNya," ujarnya lagi

Aku tersenyum

Perih

"Kamu bercita-cita buat jadi apa Dek ke depan?" tanyaku

"Apa ya Mbak.., jadi pengusaha, bikin usaha sendiri Mbak," jawab Dimas


Aku tahu kamu hanya ingin sembuh secepatnya Dim, ujarku dalam hati

Allah

Aku tidak sanggup


"Kamu daftar SBMPTN kan?" tanyaku

"Daftar Mbak, tapi sama aja, aku nggak ikut tes Mbak, udah gabisa jalan," ujarnya lagi


Aku kembali tersenyum

Melihatnya tersenyum, dengan Osteosarcoma di kakinya

"Iya Mbak, mohon doanya aja ya"


Rembulan memang tak menampakkan dirinya malam ini
dan sekarang aku tahu alasannya

Karena ia telah berpindah tempat
ke wajahmu


Dimas...

9.6.17

Tukang Komentar


Baru-baru ini aku sedang mengoreksi diriku sendiri
Aku baru menyadari bahwa aku memang suka berkomentar
Entah berkomentar tentang apapun itu
Entah dengan solusi maupun non solutif

Mungkin kadang orang-orang berpikir aku begitu menyebalkan
Terlalu banyak bicara dan berkomentar
Mengomentari berbagai persoalan

Mungkin pula orang-orang jadi begitu takut denganku
Atas komentar-komentar dariku
Atas saran-saran yang terkadang tak masuk akal

Mungkin orang-orang pun sebal denganku
Yang sering pula tak memberikan solusi atas hal-hal yang aku komentari

Tapi kembali lagi,

Bukankah ketika kita melihat sesuatu hal salah atau kurang benar kita memang berkewajiban untuk mengingatkan?

lantas apa yang salah dengan berkomentar?

Daripada kita diam saja melihat sesuatu yang salah dan mendiamkannya lebih baik kita angkat bicara bukan?

Lalu apa yang salah dengan berkomentar?

Dibilang tidak solutif?

Bukankah kita manusia biasa? Bukan manusia supercerdas yang sanggup memberikan jawaban atas apapun?

Bukankah alangkah baik, ketika kita tahu sesuatu itu salah, kita bisa mengajak untuk bersama-sama memecahkan masalah dan mencari solusi?

Bagiku tak ada yang salah dari menjadi tukang komentar

Meskipun, memang kita harus tau tempat dan sebisa mungkin menjauhkan dari menyakiti hati orang lain

Pasukan Kebaikan


Karena sesunguhnya orang baik itu banyak
Orang yang ingin berbuat baik itu banyak
Mereka hanya butuh tempat untuk berbuat kebaikan
Mereka hanya butuh tangan yang menggerakkan


Betapa bahagianya aku hari ini

Bersama sahabat dan teman-temanku yang baik, aku mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan oleh organisasi mahasiswa di kampus.

Mahasiswa yang katanya acuh itu tak kutemukan sama sekali disini

Pagi buta, sekitar pukul dua dini hari sekitar 60an orang rela bangun dan beranjak untuk Sahur On The Road -- membagikan bungkus-bungkus nasi sebagai santap sahur untuk masyarakat Kota Solo

Tak kulihat sesal dan sedih sedikitpun dari mereka
Semuanya tampak bahagia, meski ada beberapa yang telihat menahan kantuk karena menggadaikan tidurnya
Mereka begitu bersemangat
Dengan senyum dan pipi yang mengembang

Sore hari, masih dengan kegiatan yang tak berbeda jauh
Kutemukan lagi pasukan-pasukan kebaikan dengan dominasi orang-orang berbeda
Tak ada keluhan, menjinjing belasan kotak makanan di genggaman tangan
Berjalan kaki dari satu tempat ke tempat yang lain

Masih dengan senyum dan semangat yang sama dengan pasukan sebelumnya,

Pasukan kebaikan tak pernah habis bukan?

Untuk melipatgandakan kebaikan tak perlu muluk-muluk
Ajak saja orang-orang di sekelilingmu

Kalau belum ada tempat untuk menampung hasrat-hasrat bermanfaat bagi sesama
Saatnya kita yang menginisiasi
Jangan pernah menakut-nakuti diri kita dengan rasa takut

Bukankah dengan semakin banyaknya pasukan akan memperlebar kesempatan kita untuk melipatgandakan kebaikan ?

Bersyukur Sebanyak-banyaknya

Sepandai-pandainya manusia ialah ia yang pandai bersyukur

Angin berembus, mencipta dingin tak terkira yang menghunus kulit
Lampu kiri kanan jalan menebar cahaya sekeliling
Mempermudah langah-langkah kami untuk beradu dengan jalanan yang sepi

Pukul 02.00 dini hari

Biasanya aku sudah terlelap di jam-jam ini, atau kalau sedang mengalami masa begadang aku sedang bersiap-siap menuju tidur

Tapi lain dengan hari ini, bersama teman-teman organisasiku
Kami menyusuri jalanan
Tak kusangka
Di kanan kiri jalan, kudapati orang-orang beraktivitas
Layaknya siang kala matahari menyingsing

Mereka yang menyapu jalanan, mendorong gerobak dengan gunungan sampah
Mereka yang mengayuh perlahan sedel penggerak lingkaran roda
Mereka yang bersiap-siap menjajakan dagangannya di selasar jalanan

Kulirik lagi jam tanganku, masih jam dua lebih lima belas menit,

"Gilak ! Kalau mereka jualan jam segini, jam berapa mereka mulai mempersiapkan dagangannya?" pikirku

"Gilak, lantas kapan mereka istirahat dan menikmati hidup?" tanyaku dalam hati

Aku tak mengerti

Sering aku mengeluhkan keadaan
Bahkan urusan remeh temeh tentang sebab kenapa aku harus bangun pagi-pagi
Tentang bagaimana begitu tidak bersyukurnya aku dengan kiriman uang tiap bulan dari orang tuaku yang kurasakan terus menerus kurang

Padahal aku hanya menjalankan kewajiban
Tidak memperjuangkan seperti orang-orang lain memperjuangkannya

Aku memunduk malu

Seberapa banyak hal yang aku miliki dan tidak dimiliki orang lain?
Seberapa banyak aku bersyukur dan membantu yang lain?
Barang sedikit saja -