Tumbuhnya Harapan
Selepas bertemu dengan Gina, Arum banyak menghabiskan
waktunya di kamar. Bukan untuk merenungi nasib yang tak memihakknya. Justru
untuk merefleksi diri dan mengenali diri jauh lebih dalam lagi. Apa hal-hal
yang disukainya, apa hal yang disukai banyak orang, dan apa yang kemungkinan
bisa menjadi usaha yang bermanfaat untuk banyak orang atas hal-hal yang Ia
senangi. Betapa waktu yang ia lalui selama ini benar-benar sia-sia karena tak
berisi harapan namun kepasrahan. Ia kembali menggenggam percaya diri yang
selama ini hilang entah kemana..
Di ruang tamu rumahnya, Arum menemui ayahnya yang sedang
menonton siaran bola kesayangannya. Arum ikut menonton hingga selesai, hingga
akhirnya Ia beranikan diri untuk berbicara dengan ayahnya.
“Pak, Arum ingin mengembalikan masa-masa kejayaan Arum dulu,
Arum pengen buka usaha Pak! Arum kan sedikit-sedikit belajar pola-pola
menjahit, dan Arum juga suka gambar-gambar desain baju kayak gini Pak.” Ujar Arum
sambil memperlihatkan desain-desain gamis yang sering dibuatnya
“Waah, masyaAllah, seneng bapak lihatnya kamu udah bisa
senyum-senyum begini, bapak perhatikan kok akhir-akhir ini cemberut aja.
InsyaAllah bapak dukung, tapi modalnya nanti darimana Rum?”
“Emm, Arum sih pengennya ga pinjem-pinjem duit gitu Pak,
tapi kalo ada ya gapapa, hehehe” ujar Arum bercanda
“Arum mau izin bapak, mau jual si Viki, motor Arum itu untuk
modal usaha, nanti Arum kalau kemana-mana pinjem motor Bapak dulu.”
“Beneran, Viki mau dijual? Udah dipikir-pikir dulu?”
“Beneeeer Pak, nanti deh Arum bikin selametan buat perpisahan sama Viki.” Kata Arum
bercanda lagi.
“Terus, rencanamu gimana ini usahamu kok udah pede banget
kayaknya,” tanya ayah Arum
“Jadi begini Pak,……” Arum menceritakan rencana-rencana usaha
konveksi kecil-kecilan yang akan dirintisnya
“Momentum Pak, sebentar lagi Ramadhan, Arum harus segera
bergerak. Siapa tahu jalan kesuksesan Arum dari sini.” ujar Arum percaya diri.
Sejak saat itu, Arum memulai hidup barunya dengan memulai
usaha pakaian wanita. Ia berkomitmen menciptkan pakaian berkualitas dengan
harga super terjangkau. Ia mencari kain dari produsen kain sehingga mendapatkan
harga minimum, serta mencari penjahit dengan kualitas tinggi dan harga yang
terjangkau. Meski usahanya masih merangkak, namun perlahan, Arum mulai
mendapatkan “The perks being an entrepreneur” versi dia.
Ia percaya setiap hal perlu diperjuangkan
Tak perlu merasa paling lemah dengan menyalahkan takdir
Setiap orang memiliki kehidupan yang berbeda
Ujian yang berbeda, serta kenikmatan yang berbeda
Karena hidup yang kita menangkan, adalah hidup yang kita
perjuangkan.
TAMAT
0 comments:
Post a Comment