;

20.3.19

KARENA MENJADI JUARA TAK MELULU TENTANG KITA




Dalam setiap hal, bahkan setiap waktu,  selalu terngiang-ngiang dalam benak,


_"Jika kamu mendapati suatu hal yang tidak semestinya, maka cari tahu alasannya.  Jika tak ada yang bisa merubahnya,  maka berbahagialah, Allah berikan kesempatan itu padamu."_


Saat itu, dalam pikiran kami adalah bagaimana kita bisa membawa perubahan,  sesedikit mungkin.

Teman-temenku mulai menanyakan apresiasi,  seperti perlombaan-perlombaan lain pada umumnya.

Kami bersepakat. Mengusahakan apresiasi,  dan membawa perubahan pada sistem.

_Pada suatu ketika_

"Teman-teman,  kita diminta mengumpulkan sertifikat,  sepertinya sebentar lagi, apa yang kita usahakan tercapai," kataku.

_Berbulan-bulan setelahnya_

"Jadi,  gimana perkembangan pengajuan apresiasi yang kemarin?" tanya beberapa orang padaku.


"Semua berkas sudah masuk,  ditunggu ya, insyaAllah bisa, " kataku saat itu.

_Berbulan-bulan setelahnya lagi_

Malam itu senyap tapi agak sesak.  Aku mendapatkan pesan di whatsapp,  salah satu adikku mengabarkan. Apresiasi akhirnya benar diberikan, hanya saja, bagi mereka yang juara 1-3 saja.


Sedikit sedih, karena aku hanya masuk 4 besar. Lebih sedih lagi, membayangkan mereka, beberapa anggota yang bertanya padaku,  dan kujawab InsyaAllah.

Ya Tuhan,  maafkan aku bila mengecewakan mereka.

Lambat laun kabar itu terdengar,  mendekati acara besar yang akan kami lakukan.


Awalnya aku pesimis,  bagaimana aku akan menjelaskan kepada mereka.


Ternyata,  mereka tak sedikit pun gentar,  tidak sedikit pun berubah pikiran.

Berhari-hari,  kesana kemari,  menunggu kepastian dalam segala hal,  dan mempersiapkan segalanya.

_Sampai pada waktunya_

Merinding.
Aku kehabisan kata-kata.

Ternyata,  bahagia sesederhana itu.  Melihat perjuangan yang tidak sia-sia. Melihat teman-teman seperjuanganmu,  sama denganmu,  menahan air mata untuk tidak tumpah.


Memang bukan kita yang berdiri disana,  memang bukan kita yang berselempang,  memang bukan kita yang memanggul piala, tapi betapa aku melihat dengan mataku sendiri,  mereka semua tersenyum.


Akhirnya,  mimpi itu terwujudkan.


Terlihat sederhana, tapi begitu bermakna.


Sungguh,  semangat dan dedikasi yang teramat menyentuh hati.
Karena berbuat baik itu menular.
Karena ajakan itu masih berlaku.


Karena berbesar hati, itulah yang kemudian akan menjadi titik temu yang menyatukan.


Bukan hanya sekedar juara.
Bukan hanya tentang nominal, tumpukan-tumpukan sertifikat,  gundukan piala,  atau bahkan selempang-selempang yang terlihat hebat


Tapi bagaimana hati kita, yang berbesar hati,  bercita-cita untuk membawa perubahan di masa selanjutnya.


Kami berpelukan.  Senyum kami tetap berkembang. Meski bukan kami yang ada di sana. Kami semua tersenyum. Menyadari,  semua kerja keras telah terbayar lunas.


Kami semua belajar.
Menjadi juara tak melulu tentang kita.

_Allah Maha Tahu,  Mana yang Terbaik_

Surakarta,  20 Maret 2019

13.3.19

Belajar Menjadi Perempuan (1)



Akhir-akhir ini saya sering tersenyum
Nyatanya saya masih perlu banyak belajar
Saya menemukan sebuah konsep yang saya yakini dapat menjadi salah satu pedoman hidup
Dalam tataran puncak pembelajaran yang paling tinggi, salah satunya
Tidak lain dan tidak bukan
Adalah belajar menjadi seorang perempuan


Betapa tinggi derajat perempuan
Harus
Menjadi individu yang kokoh dan cerdas
Menjadi seorang anak yang berbakti
Mampu
Menjadi istri sholihah dan mengabdikan diri kepada suami
Menjadi ibu yang teduh untuk anak-anaknya


Dalam kisah-kisah terdahulu, dikisahkan betapa tangguhnya Maysitoh, dengan keteguhan hati dan kesabarannya ia mengikhlaskan dirinya terjun ke belanga mendidih untuk mempertahankan keesaan Allah.

Dalam kisah-kisah terdahulu, dikisahkan betapa bersahajanya Fatimah putri Rasulullah

Dalam kisah-kisah terdahulu, diceritakan betapa mulianya Maryam yang diuji dengan ujian yang teramat berat

Dalam kisah-kisah terdahulu, disebutkan betapa lembutnya Asiyah, istri Firaun.

Dalam kisah-kisah terdahulu, kita mengenal sosok Khadijah, yang begitu setia, begitu bijaksana, begitu dermawan, dan begitu cerdas.


Fitrah perempuan adalah menjadi madrasah
Dan sebaik-baik madrasah, melalui seorang Ibu yang cerdas lagi sholehah

Tentunya tak akan sama dengan kisah pembuatan seribu candi dalam satu malam. Menjadi cerdas dan keibuan, menjadi madrasah terbaik, menjadi seorang istri yang sholehah pun membutuhkan waktu. Bukan dalam sekejab.



11.3.19

Berkarya atau Mati




Setiap orang yang kita ketemui di jalan sejatinya adalah ladang pembelajaran.

Hari itu cukup padat rasanya, aku dan adik organisasiku harus menunggu salah seorang pejabat kampus untuk merealisasikan usulan kami di Ikatan Mahasiswa Berprestasi UNS.
Kami menunggu sambil mengobrol, banyak hal, dan dari kesemuanya kesimpulannya adalah tentang peran.



Kami mengingat-ingat, betapa banyak jajaran orang-orang yang terkenal di kampus akan tenggelam begitu saja setelahnya bila tak ada karya pendukung lainnya.

Seorang menteri atau presiden di BEM akan dikenal di tahun itu saja, oleh orang-orang di lingkarannya saja, di satu kabinet di BEM itu saja dan selanjutnya akan mudah terlupakan oleh generasi selanjutnya.

Seorang mawapres pun begitu. Euforia kemenangan hanya sekejab, diingat hanya sepintas, dibanggakan hanya sekilas waktu saja, hingga waktu bergulir, dan Mawapres tahun selanjutnya diumumkan.

Everything will change.
Kejayaan itu sementara.

Dan niat akan menjadi penentu di dalam diri kita.
Bila senantiasa ingin dikenal orang, maka haus eksistensi yang akan kita dapatkan
Bila tak dikenal orang, maka kecewa yang akan kita rasakan.

Bila niat kita bermanfaat untuk orang lain,
Pasti justru kita akan terus menerus termotivasi untuk membuat karya-karya baru.

Bila gajah mati meninngalkan gading, manusia mati meninggalkan karya
Kalau kita tidak berkarya, lantas akan dikenang sebagai apa?

Bila di dunia saja kita tidak berkarya dan berdampak
Lantas kita akan dikenang sebagai apa?