;

18.7.16

Lalu lalang dan Nikmat Pagi

       
           Pagi ini seperti pagi biasanya, libur kuliah saya isi dengan membantu orangtua di rumah. Bukan sesuatu yang berlebihan, saya hanya membantu beberapa tetek bengek urusan rumah tangga ditambah sebagai tukang ojek pribadi bagi adik-adik saya yang berangkat ke sekolah.
      Pagi ini, saya sengaja memperlambat pacuan saya dalam berkendara motor, alasannya, sore nanti saya akan kembali ke kota perantauan saya meski hanya sebentar. Alur jalan yang berliku-liku membuat saya benar-benar ingin menikmati pagi ini, dengan hamparan sengkedan sawah yang luas di kanan-kiri jalan. Pun juga senyum gagah merbabu, merapi dari kejauhan yang tampak perkasa dan membuat raga ini semakin bersemangat.
          Sesampai di tempat yang cukup ramai (red: pasar) saya disibukkan dengan fokus di jalanan penuh lalu lalang kendaraan bermotor. Menyeberang dengan jalan seperti semut merayap tempat aktivitas setiap orang akan dimulai. Banyak sekali yang mulai berdatangan meramaikan jalanan, ada tukang parkir, pak polisi, penjual di pasar, tukang bubur kacang ijo, tukang sayur, tukang ojek, penjaga ruko-ruko, hansip, pengantar anak-anak ke sekolah, juga para PNS, guru-guru, dan sebagainya.
          Lalu lalang, seperti ini gambaran kota-kota besar seperti yang sering saya lihat di tivi-tivi. Ramai, sumpek, egoisme, individualis. Ah, lancang memang, tentu saya desaku ini bukanlah kota seperti yang di tivi-tivi itu, hanya sebuah kecamatan kecil di perbatasan kota-kota kecil yang mungkin di google map pun tak dapat diketemukan. Sedikit miris memang, tapi syukur memang tak bisa dibeli dengan apapun. Saya sangat bersyukur bisa tinggal di daerah sini. Daerah semi modern tanggung kalau saya bilang.
          Seperti sekarang ini, nikmat pagi yang dirasakan oleh siapapun. Seloroh di depan saya, di antara lalu lalang berseda motor, ada beraneka ragam hal yang luar biasa unik. Seorang pemulung tua berjalan membawa setumpuk kardus bekas tinggi-tinggi di sepedanya yang telah usang, tak dinaiki memang karena jalanan sedang menanjak. Tak jauh dari sana, kulihat ibu tua berjalan menunduk, di pundaknya membumbung tinggi plastik-plastik bekas luar biasa banyak. Sepagi ini, dan sebanyak itu, pekerja pabrik plastik yang luar biasa tangguh.
           Aduh, sedikit miris, diantara lalu lalang mengegas pedal gas sekencang-kencangnya dengan mesin sepeda motor saya ini, masih ada orang-orang yang berjalan tertatih kesusahan di luar sana. Entah, sejak pukul berapa bapak tua tadi mengais kardus-kardus bekas dari pasar. Entah sejak pukul berapa pula, ibuk itu bekerja di pabrik plastik itu. Namun, yang kulihat bapak tadi begitu bersemangat, sama seperti ibu pekerja pabrik plastik tadi, begitu bersyukur mendapat rezeki di pagi yang cukup cerah hari ini. Saya, mereka, dan orang-orang yang berlalu lalang, kita sama-sama merasakan nikmat pagi :)