;

21.3.13

Pudarnya Pesona Bahasa Jawa

          Saya sedang mengaji di sebuah rumah milik Bapak Zaenal,disana banyak anak kecil berumur sekitar 4-15 tahun,namun saat itu ada seorang anak kecil berumur 2,5 tahun yang merupakan keponakan dari bapak Zaenal,bocah itu  mengajak saya berbicara,berbicara dengan bahassaya tertegun melihatnya,bocah itu menggunakan bahasa jawa dalam tingkatan krama inggil yang biasanya dipakai oleh orang-orang "sepuh" yang sayapun kurang mengerti dengan apa yang dibicarakan anak tersebut. Semenit kemudian muncullah seorang wanita berjilbab yang dengan lemah lembut berbicara dengan anaknya dengan menggunakan bahasa yang sama pula. Dari peristiwa itu ,jelas bahwa seorang ibu sangat berperan bagi kepribadian dan bahasa anak.
          Bahasa Jawa memang saat ini kurang dihirauakan oleh masyarakat,khususnya orang jawa sendiri,apa gunanya mempelajari bahasa yang sulit dan ada tingkatan-tingkatannya,jika ada bahasa yang resmi menjadi bahasa kebanggaan nasional,"Bahasa Indonesia",dan itu merupakan salah satu wujud rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia yang menjadi pemersatu bangsa Indonesia. Anggapan itulah yang membahana di negeri kita,khususnya masyarakat di kota-kota besar yang merasa lebih praktis menggunakan bahasa Indonesia.
          Bahasa Indonesia,bahasa pemersatu bangsa Indonesia merupakan budaya Nasional yang berasal dari budaya Lokal,namun bukankah Budaya Lokal harus tetap ada dan dilestarikan oleh masyarakaty lokal sebagai ciri khas dan kebanggaanya ? Namun apa yang terjadi di negar kita ? Untuk melirik saja malas apalagi mempelajarinya. Lantas siapa lagi yang akan melestarikannya selain kita ?
          Terlintas lagi di benak saya,beberapa hari yang lalu ketika saya dan ibu saya berkunjung kerumah seorang teman,ibu saya bertanya "Bapak wonten ndalem ?" kepada seorang gadis yang membukakan pintu untuk kami,"Wonten,bapak nembe adus",kata gadis itu,dan ibu saya pun tersenyum getir mandengar ucapan gadis iitu. Sebegitu parahkah dunia kita saat ini ? Untuk berbahasa krama saja sulit sekali rasanya untuk dipraktikkan di era global ini.
          Bahasa Jawa,bahasa yang sulit diartikan dengan tingkatan Bahasa Ngoko,Ngoko Alus,Krama Andhap,dan Krama Inggil. Namun dibalik itu peranan Bahasa Jawa sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat,diantaranya untuk menghormati orang yang lebih tua,meningkatkan kesopanan dengan orang lain,bahkan menjadi maskot masyarakat jawa yang sopan,santun,lemah-lembut,dan saling menghargai.
          Di era globalisasi ini digembor-gemborkan wacana untuk mengenal dan mempelajari bahasa asing di seklah-sekolah terutama bahasa inggris dan ditambah bahasa asing lain seperti Bahasa Mandarin,Jerman,Perancis,Jepang,hal itu memang sangat dibutuhkan bagi kita nantinya,untuk bersaing di dunia internasional,dan agar tidak ketinggalan zaman khususnya di bidang tekhnologi dengan negara-negara lain,apalagi Indonesia masih dalam taraf negara berkembang,namun apakah karena alasan itu bahasa daerah dipojokkan dan bahasa asing lebih ditekankan ?
          Pernah juga saya mendengar wacana bahwa pada kurikulum yang akan datang,bahsa daerah akan dihapus. Bukankah itu berarti jati diri kita juga dihapus ? itu sangat tidak etis jika suatu saat nanti bahasa daerah,khususnya Bahasa Jawa menjadi milik bangsa lain seperti Suriname yang berlomba-lomba belajar Bahasa Jawa untuk diterapkan di negaranya. Apa jadinya nanti kalau orang jawa asli justru tidak mengerti Bahasa Jawa sendiri ? Mau ditaruh dimana muka kita ? 

Rurinitas

Sama
Hari sama
Sama hari
Ini hari
Sama hari
Sama esok
Hari sama
Ini
Kemarin hari
Sama ini
Sama ini
Sama hari
Sama sama
Hari
Ini esok
Sama hari
Hari aku
Hari hari
Lalu