;

2.2.23

Bagaimana Jika Bagaimana Part 4

 

                                                    

Sawang Sinawang

Di meja kamarnya, Arum mengotak-atik laptop jadul miliknya. Dibilang jadul, karena memang, sudah sejak Ia SMA – 7 tahun yang lalu laptop itu membersamainya. Ia menekan tombol refresh di kotak masuk emailnya, berharap ada pesan yang masuk dari tempat-tempat pekerjaan yang sebelumnya ia lamar. Begitu terus, namun hasilnya tetep nihil.

“Rum, anterin ibu ke pasar yuk!” suara Ibu Arum mengagetkan perempuan yang sedang termenung itu.

Arum berganti pakaian dan bergegas keluar kamar. Kemudian ia menyalakan motor vario hitam keluaran lama yang Ia beli second saat Ia bekerja dulu.

Ia mengantar ibunya ke pasar yang cukup jauh dari rumahnya, entahlah, meskipun ada pasar yang jaraknya jauh lebih dekat, Ibu Arum memang selalu berbelanja ke pasar itu, lebih lengkap dan murah katanya. Pasar itu Bernama Pasar Sidodadi, berjarak hampir 10km dari rumahnya.

Sesampainya di pasar, tak lama kemudian ada seorang perempuan yang memanggil dirinya. Perempuan cantik bertubuh gempal dengan seorang anak kecil menggemaskan menggamit tangannya. Ia kenal betul perempuan itu, salah satu teman karibnya saat sekolah dulu.

“Arum! MasyaAllah, bertahun-tahun gak ketemu, ketemunya justru di pasar,” kata perempuan itu.

Ibu Arum memberi isyarat pada Arum untuk menemui temannya lantas berlalu pergi.

“Gina! Ini anakmu Gin? Kok nikah ga kabar-kabar?” sergah Arum

“Iya, gaenak aku, dulu kan nikah pas covid, lagian aku langsung ikut suamiku ke Batam, ya sekarang ini lagi liburan, kangen sama rumah.” Jawab Gina

“Oalah iya gapapa Gin, kita kesana aja yuk! Biar ngobrolnya enak,” ujar Arum sambil menunjuk warung bakso di ujung barat pasar.

Mereka kini saling nostalgia dengan masa-masa sekolah mereka. Kisah masa lalu yang tak mungkin terulang kembali.

“Beruntung banget ya kamu Gin! Punya suami sukses, punya anak yang lucu,” ujar Arum tiba-tiba

“Lha kamu ini gimana kabarnya Rum? Kok jam segini bisa ke pasar? Apa ga sibuk kerja?”

“Ya itulah Gin, susah banget cari kerjaan, di saat banyak orang seumuran kita udah berhasil dan mapan aku masih numpang dengan orangtua.”

“Eh, kamu kan dulu suka banget ikutan lomba bisnis Rum, kenapa ga mulai usaha aja?”

“Emm, ga pede aku Gin, gaada modal juga, kalo mau pinjem modal usaha, gimana nanti kalo gagal?”

“Rum, aku yang sekarang jadi Ibu Rumah Tangga juga ga seenak yang terlihat kok! Bosen di rumah terus, tapi ya aku menerima dan mensyukurinya, peranku saat ini ya ini. Kalo kamu, mumpung masih banyak kesempatan berbakti, masih single, beraniin aja coba segala kemungkinan, jangan menyerah dengan keadaan Rum. Kamu pasti bisa jadi orang sukses!”

Pertemuan dengan Gina membuat Arum percaya diri dengan kemampuannya. Jika kesulitan mencari kerja mematikan mimpinya, bukankah Ia seharusnya bisa menciptakan mimpi yang baru dengan membuka usaha?


0 comments:

Post a Comment