Posts

Greenprosa : Oase Segar Permasalahan Sampah di Indonesia

Image
  “Beri Aku sepuluh orangtua maka akan kucabut semeru dari akarnya, beri Aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia” – Soekarno Arky Gilang Wahab menunjukkan larva BSF/Maggot budidaya Greenposa (Source: Mongabay) Ungkapan tersebut terdengar klise di telinga, namun sangat relevan sebagai cambuk semangat pemuda untuk berkontribusi pada permasalahan-permasalahan di negeri ini. Istilah “Pemuda yang Mengguncang Dunia” patut disematkan pada Arky Gilang Wahab – Pemuda lulusan Teknik Geodesi ITB (Institut Teknologi Bandung) yang tergerak hatinya untuk menjadi bagian dari solusi permasalahan sampah di tanah kelahirannya, Banyumas. Di saat banyak sarjana berbondong-bondong mendulang rupiah di ibu kota, Ia memilih untuk pulang, mengabdi pada Banyumas. Melihat masalah darurat sampah yang melanda Banyumas 2018 silam, bukan hanya kritik pedas yang Ia sampaikan pada pemerintah, Arky mengambil langkah konkret dengan menginisiasi terbentuknya Greenprosa dan merangkul erat pemerintah setempa...

Bagaimana Jika Bagaimana? Part 5

Image
  Tumbuhnya Harapan Selepas bertemu dengan Gina, Arum banyak menghabiskan waktunya di kamar. Bukan untuk merenungi nasib yang tak memihakknya. Justru untuk merefleksi diri dan mengenali diri jauh lebih dalam lagi. Apa hal-hal yang disukainya, apa hal yang disukai banyak orang, dan apa yang kemungkinan bisa menjadi usaha yang bermanfaat untuk banyak orang atas hal-hal yang Ia senangi. Betapa waktu yang ia lalui selama ini benar-benar sia-sia karena tak berisi harapan namun kepasrahan. Ia kembali menggenggam percaya diri yang selama ini hilang entah kemana.. Di ruang tamu rumahnya, Arum menemui ayahnya yang sedang menonton siaran bola kesayangannya. Arum ikut menonton hingga selesai, hingga akhirnya Ia beranikan diri untuk berbicara dengan ayahnya. “Pak, Arum ingin mengembalikan masa-masa kejayaan Arum dulu, Arum pengen buka usaha Pak! Arum kan sedikit-sedikit belajar pola-pola menjahit, dan Arum juga suka gambar-gambar desain baju kayak gini Pak.” Ujar Arum sambil memperlihatkan...

Bagaimana Jika Bagaimana Part 4

Image
                                                                   Sawang Sinawang Di meja kamarnya, Arum mengotak-atik laptop jadul miliknya. Dibilang jadul, karena memang, sudah sejak Ia SMA – 7 tahun yang lalu laptop itu membersamainya. Ia menekan tombol refresh di kotak masuk emailnya, berharap ada pesan yang masuk dari tempat-tempat pekerjaan yang sebelumnya ia lamar. Begitu terus, namun hasilnya tetep nihil. “Rum, anterin ibu ke pasar yuk!” suara Ibu Arum mengagetkan perempuan yang sedang termenung itu. Arum berganti pakaian dan bergegas keluar kamar. Kemudian ia menyalakan motor vario hitam keluaran lama yang Ia beli second saat Ia bekerja dulu. Ia mengantar ibunya ke pasar yang cukup jauh dari rumahnya, entahlah, meskipun ada pasar yang jaraknya jauh lebih dekat, Ibu Arum mema...

Bagaimana Jika Bagaimana? Part 3

Image
  PART 3 : Mereka yang Hilang Malam itu, Arum sulit sekali untuk tidur. Rasa sesak dan kecewa pada dirinya benar-benar membuncah selepas berpelukan dengan ibunya. Ia benar-benar merasa menjadi anak yang tak berguna, menjadi kakak yang tak berhasil membantu adik-adiknya. Di dipan kamarnya, ia termenung, pikirannya menerawang kemana-mana. Diraihnya ponsel di ujung kasur dan ia membuka sosial media Instagram yang dimilikinya. Berniat mencari inspirasi yang membantunya keluar dari masa-masa sulit, pilihannya membuka sosial media justru membuat pikirannya semakin kusut. Pada linimasa gawainya, tampak huru hara bahagia teman-temannya yang telah sukses berkarir. Dipandanginya dengan sayu, ada yang asik bekerja sebagai PNS, ada yang sibuk memposting pekerjaan sebagai dokter dengan jas putih nan menawan, ada yang bekerja dengan berplesiran keliling Indonesia, ada yang melanjutkan kuliah di luar negeri, ada juga yang membagikan momen pertunangan, pernikahan, ada juga yang sedang liburan de...

Bagaimana Jika Bagaimana? Part 2

Image
  Pilihan yang Berbeda Hari masih pagi, cahaya mentari perlahan masuk melalui celah-celah jendela kamar Arum yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun renggang-renggang. Sajadah tempatnya menunaikan shalat subuh tadi sudah kembali tersusun rapi pada rak kayu di sudut ruangan. Ia tampak termenung cukup lama, lantas keluar kamar. Dilihatnya, sang Ibu menatap sebuah foto di ruang tengah dengan kemoceng di tangan kanannya. “Ngelihat foto apa bu? serius amat?” tanya Arum sambil mendekat ke arah ibunya. “Ini lihat foto kamu, sama bapak ibuk, ini pas wisuda SMA kan ya? Seneng banget ya kelihatannya saat itu di foto, kamu ya cantik banget, ibuk ya cantik, bapak yaaa enggak sekurus sekarang lah,” ujar Ibu Arum tiba-tiba sambil tertawa kecil. “Iya buk,” jawab Arum lirih. Ingatan Arum kembali pada masa-masa putih abu-abunya. Masa dimana hari-harinya dihabiskan di sekolah, ikut lomba-lomba business plan, dan hari senin yang menyenangkan karena namanya akan sering dipanggil ke depan un...

Bagaimana Jika Bagaimana? Part 1

Image
  Part 1. Jiwa-jiwa yang Rapuh 20 Desember 2022 Perempuan itu memandangi wajahnya di kaca kecil yang selalu Ia bawa kemana-mana. Kebiasaan itu memang sudah sejak kecil ia lakukan. Baginya, memandangi wajah adalah salah satu cara untuk memberinya ketenangan. Ia percaya, wajahnya yang demikian detail dilukis Tuhan adalah wujud kasihNya yang teramat nyata. Ia percaya, sekuat apapun badai di depan mataNya, ada tangan Tuhan yang akan selalu memberinya pertolongan. Setelah puas memandangi wajahnya, Ia meletakkan kaca kecil bergambar pemandangan alam itu di meja, lantas disapunya wajahnya menggunakan tangan kiri dan wajahnya tertunduk ke bawah. Ia tampak pening, belasan, bahkan puluhan email lamaran pekerjaan sudah Ia kirimkan sejak Ia memutuskan untuk resign di pekerjaan sebelumnya September lalu, namun tak ada jawaban hingga kini. Ia sangat yakin, Tuhan menyayanginya, namun kali itu, Ia benar-benar merasa rapuh. Ia adalah Arum, perempuan berwajah teduh dengan kacamata yang menghiasi w...

GRUP KELUARGA

Image
Pukul 07.00. Mataku terbelalak melihat jam dinding di kamarku menunjukkan angka itu. Aku gelagapan. Habis subuh tadi aku ketiduran ternyata. Aku melangkah gontai, menyambar jilbab dan setengah terburu-buru menuju kamar mandi yang terpisah dari kamarku. Sepi sekali! Kamar mandi yang biasanya ramai dengan antrean teman-teman kostku kini tidak ada. Kudongakkan kepalaku ke arah jemuran, hanya ada dua buah handuk disana, milik Suci dan Dian, teman kostku yang juga masih bertahan di sini, di Solo. Selepas mandi dan menjemur handuk dan cucian, aku kembali ke kamar. Aku memasak nasi, lalu mencari-cari bahan makanan yang tersisa. Tinggal satu bungkus penyedap rasa yang kuputuskan untuk menjadi lauk sarapanku pagi ini. Tak ada lagi harapan di luar, tak banyak warung-warung yang menjual bahan makanan, sedang warung-warung makan sudah banyak yang tutup, lagi pula aku sudah tak punya cukup banyak uang untuk bertahan. Ruangan berukuran 3x3 meter ini yang menjadi tempat bernaungku sekar...