;

12.8.16

Rumah yang Kini Asing



Waktu menunjukkan pukul tiga sore, aku bergegas menuju rumah yang akhir-akhir ini sering kutinggalkan cukup lama. Aku melempar tasku di ruang tamu, kemudian berlari ke ruang tengah, sepintas warna dinding, penataan hiasan dinding, meja kursi, dan furniture semacam lemari bifet tetap sama seperti semula, tivi juga masih dalam posisi biasanya. Namun, tetap saja ada yang terasa berbeda dan aku masih mencari-cari.

Sesampai di kamar, kulihat di bayanganku  semuanya asing, sampai-sampai aku pun bertanya-tanya yang asing aku-nya atau memang asing tempat ini (red: rumah). Sampai tiba-tiba kudengar suara dari belakang 

"Na, ngapain ke sini?" 

Akupun bingung setengah sadar

 "Apakah ini benar-benar rumahku?"

Kujawab hanya dengan diam, lantas aku mulai berkeliling rumah, mencegah keanehan-keanehan yang terjadi.

" Oh tidak! Rumahku ini ditempati berbanyak orang dan mereka saudaraku (katanya), yang sangat aku cintai dan aku banggakan (padahal aku sama sekali tidak mengenal mereka semua)"

Saking malunya aku keluar kamar sesegera mungkin, sambil melihat sekeliling, pajangan foto-foto itu berubah iramanya, bukan lagi dihiasi warna-warna pastel kesukaanku, melainkan dengan figura-figura berisikan foto-foto mereka yang (katanya saudaraku) aku cintai dan aku banggakan.

Kusaut lagi tasku di ruang tamu serambi berlari ke luar rumah, kutengok lagi pintu yang baru saja berderik, kubaca pelan-pelan bertuliskan "Rumah Kita". Aku makin bingung, kita siapa yang dimaksud? 

Kucubit pipiku sekali lagi dan ternyata benar, rumah itu tetap saja rumahku. Rumah yang kini asing dan tak lagi cukup nyaman untuk tertawa.

0 comments:

Post a Comment